Satrio Ponco Sushadi
2 min readJan 18, 2022

Jadi orang berbakat itu berat

Cerita ini dimulai 23 tahun lalu, ketika ibu terbangun di pagi buta karena bayinya menggeliat di dalam perut, meronta-ronta ingin keluar.

Ibu melahirkan anak pada subuh itu, 1 Agustus 1998 di pagi buta pukul 02.00. Anak itu akhirnya dinamakan Satrio Ponco Sushadi dengan harapan menjadi seorang kesatria yang mampu melawan dunia demi menegakkan hal yang benar.

Satrio pun mulai tumbuh besar, ia mulai belajar nama-nama hewan, belajar menghitung dan menghafal hingga memecahkan permasalahan. Ibu dan ayahnya sangat bangga, karena Satrio tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, memenangkan banyak perlombaan saat masa kanak-kanak. IQnya pun tergolong jauh diatas rata-rata.

Sayangnya, harapan tersebut kurang diimbangi dengan dukungan yang layak. Satrio kecil dibully karena kekurangan yang dimilikinya. Satrio agaknya mengidap mild autism. Hal itu tidak dapat dibuktikan, namun Satrio ingat betul hal-hal yang dilalui pada saat kecil. Bahkan, Satrio kecil pernah diruqyah karena dianggap kemasukkan jin. Satrio tidak paham pada saat itu dan hanya menganggap semua yang dikatakan orangtuanya benar.

Kasus pembullyan di sekolah

Satrio beranjak dewasa, dimana ia mulai berpikiran jernih dan menanggapi masalah dengan kepala dingin. Banyak mimpi yang Satrio ingin gapai saat memasuki masa kuliah. Orangtuanya pun berharap besar. Anaknya yang sangat aneh dan absurd mampu dengan usaha minimal memasuki universitas ternama di Indonesia. Ya, Satrio masuk ke Institut Pertanian Bogor program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan.

Sialnya, Satrio terkena musibah yang mengharuskan mimpinya tertunda. Disaat kelam itu Satrio merasakan emosi yang luar biasa dan tidak pernah dirasakan sebelumnya. Satrio sangat sedih dan marah terhadap kejadian yang menimpanya. Perlahan teman-teman yang suportif mulai menjauhinya karena ke’gila’an yang ditunjukkan Satrio. Satrio mulai sering menyendiri dan lari dari masalah. Harapan yang diberikan berubah total menjadi kekecewaan. Agaknya Satrio sakit mental.

Dengan mata sendiri Satrio mulai melihat orang-orang bertumbuh dan berkembang menjadi manusia utuh. Tuhan masih memberikan kesempatan Satrio untuk membuka mata terhadap kebaikan yang ia miliki. Perlahan kesadaran itu berubah menjadi motivasi dengan adanya dukungan dari keluarga, kekasih dan teman dekat yang ia miliki. Kesedihan berubah menjadi rasa bersyukur dan kemarahan berubah menjadi kesabaran.

Satrio kini sedang, masih dan akan terus berlari. Dengan kecepatan 10, tidak, 100 kali lebih cepat dari yang lain.

Bukan karena harapan keluarga, tapi karena adanya keinginan Satrio untuk menjadi seseorang yang ia impikan.

Satrio yakin, dengan kemampuan yang ia miliki semuanya dapat diwujudkan.

Satrio Ponco Sushadi
Satrio Ponco Sushadi

Written by Satrio Ponco Sushadi

0 Followers

Some kind of data geeks.

No responses yet